Minggu, 20 Maret 2011

Food and Water Borne Disease

Prinsip Pemberantasan Penyakit Yang Penularannya melalui Makanan dan Air
(Food and Water Borne Disease)

Food and water borne disease yang sering dikenal dengan penyakit yang penularannya melalui makana dan air ini merupakan penyakit yang penularannya relative cepat setelah air borne disease. Penyakit berpotensi sebagai wabah dan sering sekali penularannya melalui saluran pencernaan. Pada umumnya penyakit menular dari kotoran penderita “Fecal Oral Transmission Route” tetapi terkadang dapat melalui perantara lalat. Prevalensi penyakit ini dipengaruhi sanitasi dan personal hygiene. Ada beberapa penyakit yang dapa menyebabkan kematian yang cukup tinggi, misalnya diare yang kurang cepat ditangani dan mengalami dehidrasi. Beberapa penyakit juga memiliki vaksin seperti polio. Bibit penyakit yang menyebabkan sakit pada penyakit ini berbeda-beda terganntung agent penyakit tersebut (patogenesity).
Penggolongan penyakit yang menularnya melalui makanan dan air :
1. Penyakit saluran pencernaan akut
2. Penyakit saluran pencernaan kronis
3. Penyakit non saluran pencernaan, misalnya Hepatitis A dan Polio
Penggolongan penyakit yang menularnya melaui makanan dan aoi menurut media transmisi :
1. Penyakit ditularkan melalui makanan dan minuman
2. Penyakit tidak ditularkan lewat makanan dan minuman, misalnya pada infeksi cacing tambang menembus kulit penderita
3. Penyakit lanjutan/berpindah penularannya ke orang lain.
Mekanisme penularan food and water borne disease :
1. Dapat melaui tangan
2. Air yang sudah terkontaminasi
3. Melalui serangga, seperti lalat dan kecoa
Cara Pemberantasan :
Penderita:
- Dengan pengobatan dini pada penderita
- Isolasi penderita jika diperlukan
- Edukasi penderita agar dapat mencegah menularnya penyakit
Contact Person :
- Pemberian imunisasi
- Personal Higiene
- Meningkatkan imunitas
- Edukasi diri agar dapat terhindar dari penularan penyakit
Sumber Penularan :
- Pada makanan dan minuman
 Dengan menutup makanan dan minuman agar terhindar dari lalat dan kecoa
 Dengan hati-hati membeli makanan
 Pengolah atau penjual bukanlah carrier
- Sumber Air
 Sanitasi air
 Hindari air yang tercemar
Lingkungan :
- Sanitasi lingkungan yang baik’
- Rumah sehat
Vektor :
Dengan menurunkan populasi pada vector dapat dilakukan dengan cara vector control dan dengan memutuskan rantai perkembangbiakan vector tersebut.
Contoh penyakit :
Amoebiasis

Infeksi oleh protozoa ada dalam 2 bentuk; dalam bentuk kista yang infektif dan bentuk lain yang lebih rapuh, berupa trofosoit yang patogen. Parasit bisa menjadi komensal atau menyerang jaringan dan naik ke saluran pencernaan atau menjadi penyakit ekstraintestinal. Kebanyakan infeksi tidak memberikan gejala, namun muncul gejala klinis pada kondisi tertentu. Penyakit pada saluran pencernaan bervariasi mulai dari akut atau berupa disenteri fulminan dengan gejala demam, menggigil, diare dengan darah atau diare mukoid (disenteri amoeba), hingga hanya berupa perasaan tidak nyaman pada abdomen dengan diare yang mengandung darah atau lendir dengan periode konstipasi atau remisi. Amoeba granulomata (ameboma), kadang-kadang dikira sebagai kanker, bisa muncul di dinding usur besar pada penderita dengan disenteri intermiten atau pada kolitis kronis. Luka pada kulit, di daerah perianal, sangat jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari lesi saluran pencernaan atau abses hati yang disebabkan oleh amoeba, lesi pada penis bisa terjadi pada orang dengan perilaku homoseksual aktif. Penyebaran melalui aliran darah mengakibatkan abses di hati, atau yang lebih jarang di paru-paru atau di otak.
Kolitis yang disebabkan oleh amoeba sering dikelirukan dengan berbagai bentuk penyakit radang usus seperti kolitis ulserativa; harus hati-hati dalam membedakan kedua penyakit ini karena pemberian kortikosteroid bisa memperburuk kolitis oleh amoeba. Amoebiasis juga mirip dengan berbagai penyakit saluran pencernaan non-infeksi dan infeksi. Sebaliknya, ditemukannya amoeba dalam tinja bisa dikira sebagai penyebab diare pada orang yang penyakit saluran pencernaannya disebabkan oleh sebab lain.
Diagnosa dibuat dengan ditemukannya trofosoit atau kista pada spesimen tinja segar, atau preparat apus dari aspirat atau kerokan jaringan yang didapat dari proctoscopy atau aspirat dari abses atau dari potongan jaringan. Adanya trofosoit yang mengandung eritrosit mengindikasikan adanya invasive amoebiasis.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada spesimen segar oleh seorang yang terlatih karena organisme ini harus di bedakan dari amoeba non patogen dan makrofag. Tes deteksi antigen pada tinja saat ini telah tersedia; tetapi tes ini tidak dapat membedakan organisme patogen dari organisme non-patogen. Diharapkan kelak dikemudian hari, pengujian spesifik terhadap Entamoeba histolityca telah tersedia. Diperlukan adanya laboratorium rujukan. Banyak tes serologis yang tersedia sebagai tes tambahan untuk mendiagnosa amoebiasis ekstraintestinal, seperti abses hati dimana pemeriksaan tinja kadang-kadang hasilnya negatif. Tes serologis terutama imunodifusi HIA dan ELISA, sangat bermanfaat untuk mendiagnosa penyakit invasif. Scintillography, USG dan pemindaian CAT sangat membantu menemukan dan menentukan lokasi dari abses hati amoeba dan sebagai penegakan diagnosa apabila disertai dengan ditemukannya antibodi spesifik terhadap Entamoeba histolityca.
Penyebab Penyakit
Entamoeba histolityca adalah parasit yang berbeda dengan E. hartmanni, Escherishia coli atau protozoa saluran pencernaan lainnya. Membedakan E. histolityca patogen dengan organisme non-patogen yang secara morfologis sama yaitu E. dispar didasarkan pada perbedaan imunologis dan pola isoenzim nya. Ada 9 patogen dan 13 nonpatogen zymodemes (yang di klasifikasikan sebagai E. dispar) telah diidentifikasi dan di isolasi dari 5 benua. Kebanyakan kista yang ditemukan dalam tinja orang tanpa gejala adalah E. dispar.
Reservoir : Manusia; biasanya penderita kronis atau pembawa kista yang tidak menampakkan gejala.
Cara Penularan : Penularan terjadi terutama dengan mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja dan mengandung kista amoeba yang relatif resisten terhadap klorin. Penularan mungkin terjadi secara seksual melalui kontak oral-anal. Penderita dengan disentri amoeba akut mungkin tidak akan membahayakan orang lain karena tidak adanya kista dan trofosoit pada kotoran
Cara Pemberantasan :
Cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan.
1) Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan, terutama pembuangan tinja yang saniter, dan mencuci tangan sesudah buang air besar dan sebelum memasak atau menjamah makanan. Menyebarkan informasi tentang risiko mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang tidak terjamin kebersihannya.
2) Membuang tinja dengan cara yang saniter.

3) Melindungi sumber air umum dari kontaminasi tinja. Saringan air dari pasir menghilangkan hampir semua kista dan filter tanah diatomaceous menghilangkan semua kista. Klorinasi air yang biasanya dilakukan pada pengolahan air untuk umum tidak selalu membunuh kista; air dalam jumlah sedikit seperti di kantin atau kantong Lyster sangat baik bila di olah dengan yodium dalam kadar tertentu, apakah itu dalam bentuk cairan (8 tetes larutan yodium tincture 2% per quart air atau 12,5 ml/ltr larutan jenuh kristal yodium) atau sebagai tablet pemurni air (satu tablet tetraglycin hydroperiodide, Globaline ®, per quart air). Biarkan lebih kurang selama 10 menit (30 menit jika dingin) sebelum air bisa diminum. Filter yang mudah dibawa dengan ukuran pori kurang dari 1,0 μm efektif untuk digunakan. Air yang kualitasnya diragukan dapat digunakan dengan aman bila di rebus selama 1 menit.
4) Mengobati orang yang diketahui sebagai “carriers”; perlu ditekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar untuk menghindari infeksi ulang dari tetangga atau anggota keluarga yang terinfeksi.
5) Memberi penyuluhan kepada orang dengan risiko tinggi untuk menghindari hubungan seksual oral yang dapat menyebabkan penularan fekal-oral.
6) Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Pemeriksaan rutin bagi penjamah makanan sebagai tindakan pencegahan sangat tidak praktis. Supervisi yang ketat perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.
7) Disinfeksi dengan cara merendam buah dan sayuran dengan disinfektan adalah cara yang belum terbukti dapat mencegah penularan E. histolytica. Mencuci tangan dengan baik dengan air bersih dan menjaga sayuran dan buah tetap kering bisa membantu upaya pencegahan; kista akan terbunuh dengan pengawetan, yaitu dengan suhu diatas 50oC dan dengan iradiasi.
8) Penggunaan kemopropilaktik tidak dianjurkan.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat; pada daerah endemis tertentu; di sebagian besar negara bagian di AS dan sebagian besar negara didunia penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 3C (lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi : Untuk penderita yang di rawat di rumah sakit, tindakan kewaspadaan enterik dilakukan pada penanganan tinja, baju yang terkontaminasi dan sprei. Mereka yang terinfeksi dengan E. histolityca dijauhkan dari kegiatan pengolahan makanan dan tidak diizinkan merawat pasien secara langsung. Ijinkan mereka kembali bekerja sesudah kemoterapi selesai.
3). Disinfeksi serentak : Pembuangan tinja yang saniter.
4). Karantina : Tidak diperlukan.
5). Imunisasi kontak : Tidak dilakukan.
6). Investigasi kontak dan sumber infeksi : Terhadap anggota rumah tangga dan kontak lain yang dicurigai sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja secara mikroskopis.
7). Pengobatan secara spesifik

Sumber :
I Nyoman Kandun "Manual Pemberantasan Penyakit Menular"
Materi Kuliah DPP 09

Mutia Dian Safitri
E2A009116
REG 1 09
FKM UNDIP

1 komentar: